Sejarah Perkembangan Ilmu Sosiologi dari Era Yunani hingga Modern

Beau Velvet cosmetics girl icon log woman women Ketidaksenangan yang memang ketidaksenangan, bukanlah bikinan kami; ketidaksenangan yang tulen dan asli itu, adalah bikinan imperialisme sendiri! Hector Bywater di dalam iapunja buku “The Great Pacific War” malahan bisalah menjebutkan djalannja perang itu satu-per-satu, gerak-bangkitnja pergelutan belorong-belorong imperialisme itu hampir dengan seksama. Istri Raja Louis XVI Marie-Antoinette dieksekusi mati dengan pisau guillotine atas dasar putusan Pengadilan Revolusioner untuk tuduhan pengkhianatan. Kami berusaha menghiduphidupkan lagi kegagahan rakyat, tenaga kemauan rakyat, energi rakyat sebagai sediakala, – rakyat yang kini “sudah mati kutunya” itu, “rakyat kambing” yang menurut Prof. Untuk kemurahan hal-hal ini, maka rakyat kami dibikin rakyat yang “hidup kecil” dan “nrima”, rendah pengetahuannya, lembek kemaluannya, sedikit nafsu-nafsunya, padam kegagahannya, – rakyat “kambing” yang bodoh dan mati energinya! Berabad-abad kami mendapat cekokan “inlander bodoh”, berabad-abad kami diinjeksi rasa kurang karat; turun temurun kami menerima sistem ini, ketambahan lagi kami ditetapkan “rendah” dan ditetapkan “kecil” sebagai laporan tentang kemakmuran itu tadi mengatakan, dipadam-padamkan segenap energi kami, sekarang percayalah kebanyakan bangsa kami, bahwa kami, sesungguhnya, memang adalah bangsa kurang karat yang tak bisa apa-apa! Ekspor; wakil Kementerian Kemakmuran pada Fonds Perkebunan Karet Indonesia (Nirub). Pengurus Besar „Surya Wirawan”; anggota Pengurus „Parindra” dan kemudian terpilih sebagai wakil Ketua I, selandjutnja ke-II P.N.I.

trees in forest in snow at sunset Tentang bagian yang ketiga, yakni bagian menunjukkan keindahan sinar hari kemudian beserta cara-cara mencapainya, tentang bagian yang ketiga itu, kami, juga oleh sempitnya tempo, tak usahlah panjang kata: sebab, segenap usaha PNI akan pembentukan kekuasaan, segenap aksi PNI keluar dan ke dalam, segenap gerakbangkitnya, ya, segenap jiwa raganya PNI, adalah cara-cara mendatangakan dan melaksanakan kesanggupan-kesanggupan hari kemudian itu. Persatuan Indonesia, Tuan-Tuan Hakim, persatuan Indonesia, yang menggabungkan segenap rakyat Indonesia itu menjadi satu umat, satu bangsa, itulah urat dan saraf pembentukan kekuasaan PNI yang pertama. Tetapi manakala di. Turki diadakan bank tabungan macam-macam, maka menurut kesaksian Noordman semua bank tabungan itu nafasnya adalah “senin-kemis”, hidupnya tak dapat menjadi subur oleh karena rintangan bermacam-­macam. Oleh karena memang kapitalisme di Inggris pagi-pagi sudah tumbuh. Kalau betul semua insinyur, dari insinyur A sampai Z yang memimpin perkumpulan politik di buang oleh pemerintah Belanda, maka benar simpulan itu. Tuan-tuan Hakim yang terhormat, begitulah bagian yang pertama dan bagian yang kedua dari usaha PNI menyuburkan semangat nasional itu: membangunkan keinsafan akan hari dulu dan hari sekarang. Dan yang kedua? Urat saraf pembentukan kekuasaan kami yang kedua adalah kontra urat saraf sistem imperialisme yang kedua pula. Kita dengar janjinya akan datang suatu Republik Indonesia Serikat, yang hidup di dalam persobatan dan kehormatan dengan bangsa-bangsa lain, akan suatu bendera Indonesia yang menghiasi angkasa Timur.

Sedangkan untuk mendukung data primer dan data sekunder, maka pengumpulan data untuk mengetahui persentase penilaian ibu hamil terhadap kinerja program dilakukan dengan penyebaran kuesioner. Tidak sebagai dulu, dipakai menakluk-naklukkan dan melebar-lebarkan jajahan, – kini semua pulau sudah takluk, “pembulatan batas negara” (staatsafronding) sudah selesai, – tidak sebagai dulu dibarengi dengan gemerincingnya pedang, detusnya bedil dan gunturnya meriam, tetapi dipakai untuk mengekalkan apa yang sudah tercapai dengan melalui (menurut kata Stokvis) “jalan-jalan yang lebih sunyi”, “Stillere wegen”. Kata Socius berarti kawan, sedangkan kata Logos berarti ilmu pengetahuan. Selama ilmu Fisika & Co. Guru selama 4 tahun. Sejarah perkembangan sosiologi di Indonesia dimulai sejak tahun 1934-1935 ketika Sekolah Tinggi Hukum Jakarta mengadakan kuliah ilmu sosiologi. Dan akan bisanya rakyat Indonesia mencapainya, buat kami kaum PNI bukanlah teka-teki lagi: rakyat Indonesia yang dahulu begitu bersinar-sinar dan tinggi kebesarannya, meskipun sekarang sudah hampir sebagai bangkai, rakyat Indonesia itu pasti cukup kekuatan dan cukup kebisaan mendirikan gedung kebesaran pula di kelak kemudian hari, pasti bisa menaiki lagi ketinggian tingkat derajatnya yang sediakala, ya, melebihi lagi ketinggian tingakat itu!

Kami, sediakala adalah bangsa yang ikut menjunjung tinggi obor kebudayaa Timur dan kebesaran Timur, yang dulu begitu insaf akan kebisaan diri dan kepandaian diri, kami sekarang menjadi rakyat yang sama sekali hilang keinsafan itu. Mereka menutupi dengan macam-macam teori yang manis, mereka mengatakan bahwa maksudnya bukanlah urusan rezeki, bukanlah urusan yang begitu “kasar” – tetapi maksudnya adalah “mendidik” kami dari bodoh ke arah kemajuan, dari “tidak matang” dijadikan “matang”, pendek kata, mereka mau memenuhi suatu “suruhan suci”, yakni suatu “mission sacree”. Lantas, apa yang menjadi pemicu dari lahirnya bidang studi tersebut? Semangatlah yang terutama dimasuki baji-pemecah agar supaya tidak bisa menjadi semangat nasionalisme yang masuk sebagai semen di dalam pasir yang ngeprul itu dan membikin daripada satu blok beton mahabesar yang tak bisa hancur walaupun dimeriam. Permulaan abad sekarang ini, padahal waktu itu sudah tahun 1915, sebagai murid daripada sekolah rendah itu saya masih diajar ilmu ukur dengan meetketting, rante ukur itu, kita murid-murid harus bisa mengukur halaman, mengukur sebidang tanah, tak lain tak bukan agar supaya nanti bisa menjadi mandor ukur. Pada zaman yang umumnya zaman monopoli ini, terutama Amerika, beberapa perusahaan bergabung. Demikian pula halnya dengan masuknya agama Islam di Minahasa kira-kira pada pertengahan abad ke 19 juga membawa unsur kebudayaan Islam di Minahasa.