Bukankah besar bedanya imperialisme tua bangsa Portugis dan Spanyol atau East India Company Inggris atau Oost Indische Compagnie Belanda dalam abad ke-16, 17 dan 18 – dengan imperialisme-modern yang kita lihat dalam abad ke-19 atau 20, imperialisme-modern yang mulai menjalar ke mana-mana sesudah kapitalisme-modern bertakhta kerajaan di benua Eropa dan di benua Amerika Utara? Sebelum zaman kapitalisme-modern itu, bangsa Inggris sudah menguasai sebagian dari Amerika, sebagian dari India, sebagian dari Australia dan lain-lain, yakni sudah menaruh sendi-sendi “British Empire” nantinya, – sudahlah bangsa Prancis menguasai sebagian pula dari Amerika dan sebagian juga dari India, – sudahlah bangsa Portugis mengibarkan benderanya di Amerika Selatan dan di beberapa tempat di seluruh Asia, – sudahlah bangsa Spanyol menguasai Amerika Tengah dan kepulauan Filipina, – sudahlah bangsa Belanda menduduki Afrika Selatan, beberapa bagian kepulauan Indonesia, terutama Maluku, Jawa, Sulawesi Selatan dan Sumatera. Imperialisme terdapat di semua zaman “perekonomian bangsa”, terdapat pada semua bangsa yang ekonominya sudah butuh pada imperialisme itu. Terutama dalam sifatnya mempengaruhi (beheerschen) rumah tangga bangsa lain, maka imperialisme zaman sekarang sama berbuahkan “negeri-negeri mandat” alias “mandaatgebieden”, daerah-daerah pengaruh” alias “invloedssferen” dan lain-lain sebagainya, sedang di dalam sifatnya menaklukkan negeri orang lain, imperialisme itu berbuah negeri jajahan, – koloniaal-bezit.
Ia kita dapatkan di dalam nafsu negeri Majapahit menaklukkan dan mempengaruhi semua kepulauan Indonesia, dari Bali sampai Kalimantan, dari Sumatera sampai Maluku. Sungguh, perbuatan Kamal Ataturk memisahkan agama dari negara itu adalah satu perbuatan yang 100% mengenai sejarah-dunia, satu perbuatan van wereldhistorische beteekenis. Ia bukan sebagai yang dituduhkan kepada kami itu. Imperialisme-modern, – imperialisme-modern yang kini merajalela di seluruh benua dan kepulauan Asia dan yang kini kami musuhi itu, – imperialisme-modern itu adalah anak kapitalisme-modern. 1. Sejarah Ringkas Kebudayaan yang Pernah Mempengaruhi Minahasa. Ia kita dapatkan di dalam nafsu kerajaan Jepang menduduki semenanjung Korea, mempengaruhi negeri Manchuria, menguasai pulau-pulau di Lautan Teduh. Perkataan ini memang cukup tangkas dan selalu dipakai dalam kalangan Marxisten tetapi nama ini lahir di dunia barat di antara Marxisten di masa kebanyakan logika, buat menentang sikap yang terlampau banyak mengutamakan logika. Latar belakang Revolusi Prancis 1789-1799 terkait dengan pemicu yang kompleks dan tidak hanya masalah internal di kerajaan Raja Louis XVI. Tidak ada satu hal di dunia ini, yang sudah begitu banyak diselidiki dari kanan-kiri, luar dalam, sebagai kapitalisme itu. Pada permulaan seri ini saya sudah menerangkan, bahwa perpisahan antara agama dan negara itu bukanlah Kamal c.s. Imperialisme-modern pun sudah mempunyai perpustakaan, – tetapi belum begitu terkenal di dalam arti-artinya dan rahasia-rahasianya sebagai soal kapitalisme.
Abraham Kuyper menulis dalam bukunya “Antirevolutionaire staatkunde”: – “suatu urusan perdagangan”, “een mercantiele betrekking”! Tetapi yang sedalam-dalamnya ialah urusan rezeki, atau sebagai Dr. PNI dan kami adalah revolusioner, tidak karena PNI dan kami mau golok-golokan atau bom-boman atau dinamit-dinamitan, tidka karena PNI (dengan perkataan Kautsky) adalah “suatu partai yang bikin revolusi-revolusi”, – tetapi hanya karena PNI ingin menghilangkan segala hal yang merintangi dan memundurkan suburnya pergaulan hidup Indonesia dan mengorganisir rakyat untuk menghilangkan rintangan-rintangan itu. Saya tadi menceriterakan bahwa gerakan daripada kaum pertengahan dan borjuis India ini menunggangi rakyat India. Bukankah dengan dua contoh ini nyata dengan sejelas-jelasnya, bahwa sangkaan imperialisme itu kaum amtenar, atau bangsa kulit putih, atau pemerintah, atau “gezag” apada umumnya, adalah salah sama sekali? ”, – teori-teori itu buat sebagian besar kami tolak sama sekali. ”, di mana nanti akan tampak juga kebenaran perkataan kami, bahwa imperialisme itu bukan pemerintahan, bukan sesuatu anggota pemerintah, bukan sesuatu bangsa asing, – tetapi suatu kehausan, suatu nafsu, suatu sistem menguasai atau mempengaruhi ekonomi bangsa lain atau negeri lain. Baik “daerah-daerah pengaruh”, maupun “negeri-negeri mandat”, baik “protektorat” maupun “tanah jajahan”, – semua terjadinya begitu, sebagai ternyata pula dari dalil-dalil kami tadi, untuk mencari rezeki atau untuk menjaga pencarian rezeki, semuanya ialah hasil keharusan — keharusan ekonomi.
Partai Nasional Indonesia menolak semua teori yang mengatakan bahwa asal-asal penjajahan dalam hakekatnya bukan pencarian rezeki, menolak semua teori yang mengajarkan, bahwa sebab-sebab rakyat Eropa dan Amerika mengembara di seluruh dunia dan mengadakan tanah-tanah jajahan di mana-mana itu, ialah oleh keinginan mencari kemasyhuran, atau oleh keinginan kepada segala yang asing, atau oleh keinginan menyebarkan kemajuan dan kesopanan. Teori Gustav Klemm yang mengajarkan, bahwa menyebarnya “bangsa menang” ke mana-mana itu selain oleh nafsu mencari kekayaan ialah didorong pula oleh “nafsu mencari kemasyhuran”, “nafsu mencari keakuran”, “nafsu melihat negeri asing”, “nafsu mengembara merdeka”, atau teori Prof. Nafsu akan rezeki. Tuan-tuan Hakim, nafsu akan rezekilah yang menjadi pendorong Colombus menempuh samudera Atlantik yang luas itu; nafsu akan rezekilah yang menyuruh Bartholomeus Diaz dan Vasco da Gama menentang hebatnya gelombang samudera Hindia; pencarian rezekilah yang menjadi “noordster” dan “kompas”nya Admiraal Drake, Magelhaens, Heemskerck, atau Cornelis de Houtman. Nafsu akan rezekilah yang menjadi nyawanya Kompeni di dalam abad ke-17 dan ke-18; nafsu akan rezekilah pula yang menjadi sendi-sendinya balapan cari jajahan dalam abad ke-19, yakni sesudah kapitalisme-modern menjelma di Eropa dan Amerika.